Oleh: Rahmawani (Akuntansi, 2015)
Ini 2018. Tahun ketika Siti Nurbaya dan segala konfliknya hanya sebatas “legenda” namun kesetaraan
gender semakin merata. Kampanye Rights
for Women pun semakin marak mengudara. Bahkan tanggal 8 Maret secara resmi diperingati sebagai Hari Wanita Internasional. Berbagai aksi kerap dilakukan demi menuntut sebuah pengakuan kesetaraan.
Hal tersebut terdengar lazim karena diskriminasi terhadap wanita sejatinya masih ada. Sebut saja segmentasi jenis kelamin angkatan kerja atau bahkan tingkat kekerasan fisik pada wanita
yang angkanya kian signifikan.
Ini 2018. Kesetaraan
gender tidak lagi sebatas
slogan. Tempo hari, ketika memilih berpergian menaiki kereta api maupun bis.
Kita bias melihat ‘realita kesetaraan’ yang dinterpretasikan oleh masyarakat. Contohnya hal sederhana seperti bangku justru menjadi hal yang sering menyulut perdebatan antara laki-laki dan perempuan. Kebanyakan laki-laki cenderung membiarkan perempuan berdiri tanpa iba sedikitpun. Jika dilihat dari konsep kesetaran secara harfiah memang tidak ada yang salah tetapi hal tersebut berkontradiksi dengan etika.
Oleh karena itu, kesetaraan tidak boleh dipandang sebagai sesuatu
yang mutlak sama.
Seyogyanya pandanglah sebuah kesetaran sebagai suatu kesempatan yang bias menjadi jalan bagi wanita untuk berkarya tanpa menghilangkan esensi wanita sesungguhnya.
Esensi wanita seperti halnya
di atas kemudian memunculkan sebuah pertanyaan besar. Kenapa Islam mendiskriminasi wanita? Misalnya saja soal pembagian harta warisan dimana bagian pria lebih besar dari wanita. Pula mengapa selalu pria yang harus didahulukan untuk memimpin sesuatu. Tidakkah itu disebut diskriminasi? Perlu diketahui bahwa Islam tidak mendiskriminasi wanita, Islam justru memuliakan wanita. Banyak hal yang diperbaiki Islam terhadap akhlak dan pandangan orang Jahiliyah terhadap wanita. Pada zaman Jahiliyah, wanita dipandang rendah, budak nafsu atau harta yang bias diperjualbelikan. Dahulu bahkan perlakuan kafir Quraisy terhadap wanita sangatlah keji. Wanita tidak diizinkan hidup. Oleh karena itu setiap orang tua yang melahirkan anak perempuan akan membunuh anaknya hidup-hidup.
Hal tersebut dijelaskan dalam QS. An Nahl, ayat 58-59 dan QS. At
Takwir, ayat 8-9. Demikian kejiperlakuan kaum Jahiliyah terdahap wanita sebelum Islam. Islam kemudian dating untuk mengangkat derajat wanita dan memuliakan wanita dengan segala keistimewaannya.
“Dan
apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan,
hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan
dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan
kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah
akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya
apa yang mereka tetapkan itu.”
(Q.S An-Nahl: 58-59)
“Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur
hidup-hidup ditanya,
karena dosa apakah dia dibunuh,”
karena dosa apakah dia dibunuh,”
(Q.S
At-Takwir:8-9)
Jika kita mencoba melihat konsep kesetaraan ini dalam perspektif Islam maka bias ditemukan dalam QS. Al Hujurat, ayat 13, yang menerangkan bahwa posisi wanita dalam Islam adalah pendamping laki-laki.
Kodrat wanita dalam Islam bukan bawahan atau
pun atasan yang bias diperlakukan sekehendak hati atau dituruti layaknya bos.
Namun wanita adalah teman hidup yang sejajar. Pada akhir ayat Allah menegaskan bahwa orang yang mulia di sisi Allah, tergantung dari tingkat iman dalam Islam atau ketaqwaannya pada Allah bukan berdasarkan gender.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.”
(Q.S Al Hujurat:13)
Ini 2018, para wanita muslim kekinian patutnya bersyukur bahwa Islam sangat menghormati dan menghargai hak mereka dengan berbagai keistimewaan
yang dijanjikan Allah dalam Al-Quran dan hadits Nabi.
Para wanita muslim haruslah bijak dan cerdas menyikapi bahwa kesetaraan bukan soal sama besar, sama banyak,
sama hak atau pun sama kewajiban dengan laki-laki karena laki-laki sendiri punya beban
yang beratnya tidaklah sama dengan wanita.
Semua punya proporsi masing-masing.
Jika Allah saja tidak pernah diskriminasi maka tidak sepantasnya kita pilih kasih.
0 komentar :
Posting Komentar