BELAJAR DARI PERANG QADISIYAH
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaykum
Wr. Wb
Hal
pertama yang ingin ana sampaikan kepada antum semuanya adalah bahwa ana
mencintai antum semua karena Allah swt.
Ayyuwal ikhwah wa akhwati fillah. Mudah-mudah kita
semua selalu dalam lindungan Allah swt di mana pun kita berada. Mudah-mudahan
Allah masih memberi kepada kita akan nikmat-nikmat-Nya, salah satunya adalah
nikmat istiqamah di jalan ini. Jalan yang penuh onak dan duri, jalan yang tak
banyak yang mau menempuhnya dan jalan yang jarak tempuhannya amatlah jauh.
Ikhwah wa akhwati fillah. Semoga setiap langkah yang
kita langkahkan adalah langkah-langkah yang tiap tapaknya menggugurkan
dosa-dosa kita, meninggikan derajat kita disi Allah swt dan menjadi pemudah jalan
kita menuju surga-Nya. Dan semoga kita semua termasuk orang-orang yang akan
berada di antara taman-taman di surga tempat Allah mencurahkan rahmat-Nya,
menaungkan sayap-sayap malaikat-Nya, dan menyebut nama kita satu per satu
dengan bangga dihadapan makhluk-makhluk-Nya.
Sedikit, ana ingin menyampaikan kisah dari salah
satu peperangan yang terjadi di jaman kekhalifahan Umar bin Khattab. Perang
antara kaum muslimin dengan pasukan Persia untuk membebaskan negeri Persia dari
penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan kepada Allah semata.
Peperangan yang amat indah untuk di ambil pelajarannya. Peperangan yang
berhasil dimenangkan oleh kaum muslimin. Bukan karena jumlah mereka yang
banyak. Bahkan pasukan musuh lebih banyak dibandingkan pasukan kaum muslimin. Tapi,
kesatuan dan kesamaan misi yang jelas, saling bekerja sama antar jama’ah yang
akhirnya Allah membantu mereka dengan memberikan kemenangan kepada pasukan
muslimin. Semoga kisah ini bisa lebih menguatkan kita dan mengkokohkan barisan
kita, dengan satu misi yang sama.
Perang itu adalah perang Qadisiyah. Perang Qadisiyah
terjadi di masa ke khalifahan Umar Bin Khattab antara pasukan Muslimin dengan
pasukan Persia. Pasukan Muslim dipimpin oleh Sa’ad Bin Abi Waqas, sedangkan
pasukan Persia dipimpin oleh Rustum. Pasukan muslimin berjumlah 30 ribu orang
sedangkan pasukan Persia berjumlah sekitar 300 ribu orang. Sungguh peperangan
yang sangat tidaklah seimbang kalau hanya di lihat dari soal jumlah. Rustum ingin menguji kekuatan pasukan Sa’ad
bin Abi Waqas. “Kalau soal jumlah kalian pasti menang, tapi ada yang lebih
besar dari soal jumlah.” kata Rustum.
Kemudian Rustum mengirim surat kepada Sa’ad Bin Abi Waqas yang saat itu
sedang sakit. “Kenapa tuan datang ke negeri kami,” begitu isi surat Rustum.
Jawab Sa’ad, “Kami adalah kaum yang di bangkitkan oleh Allah untuk membebaskan
manusia dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada Allah semata,
dari kedzoliman agama-agama menuju keadilan Islam, dari sempitnya dunia menuju
luasnya akhirat. Pasukan kami datang bukan untuk membunuh, bukan untuk
membantai, pasukan kami datang bukan
untuk menghancurkan, pasukan kami datang untuk membebaskan manusia dari
penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada Allah semata, dari
kedzoliman agama-agama menuju keadilan Islam, dari sempitnya dunia menuju
luasnya akhirat.”
Rustum mencoba mengecek apakah pemahaman yang sama
ada di bawah. Maka ia kirimi surat kepada Musannah Bin Haritsah, maka jawabannya
sama. Lalu ia cek kebawah lagi, Mughairah Bin Suygbah, komandan lapangan,
jawabannya juga sama. Terakhir dia cek pasukan yang paling kroco, yang
pangkatnya paling rendah, Rabi’ bin Amir, yang dia undang ketendanya. Dan
Rustum bertanya kepada Rabi’ bin Amir, “Apa tujuan kalian datang kesini?” Sama,
kata Rabi’ bin Amir, “Kami adalah kaum yang di bangkitkan oleh Allah untuk
membebeskan manusia dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada
Allah semata, dari kedzoliman agama-agama menuju keadilan Islam, dari sempitnya
dunia menuju luasnya akhirat.”
Maka kesimpulan Rustum, ini pasukan tidak
terkalahan. Karena mulai dari pucuk pimpinananya sampai kepada anak buahnya
yang terbawah, Visi Misinya Sama.
Dan Allah mentakdirkan pada hari berikutnya kaum muslimin ditandantang oleh
orang-orang Persia. “Ayo kemari! Ayo kemari!” seru pasukan Persia kepada
pasukan muslimin. “Kami yang kesana (menyebrangi sungai Tigris) atau kalian
yang kesini.” tantang pasukan Persia. Kemudian Sa’ad bertanya kepada
pasukannya, “Bagaimana kita, kita kesana atau mereka kesini?” Pasukannya menjawab,
“Wahai amir, kita akan menuju mereka karena kita membawa futuhat yang mereka
inginkan. Bukan kita yang menanti mereka.” Maka bismillahirrahmanirrahim,
bergandeng tangan 30 ribu orang, sambung menyambung menyebrangi sungai Tigris
yang sedang meluap. Sampai disembrang tidak ada satu pun yang terhanyut kecuali
satu wadah yang jatuh yang di cari oleh semua pasukan yang ditemukan di ujung.
Lalu apa kata pasukan Persia? Kata pasukan Persia, “Satu wadah saja jatuh 30
ribu orang mencarikan bersama-sama untuk saudaranya, bagaimana kalau kita bunuh
salah satu dari mereka maka 30 ribu itu akan bersatu untuk mengalakan kita.”
Gentar pasukan itu….
Itulah yang membuat perang Qadisiyah tidak imbang.
Antara pasukan yang berada di tangan Allah dengan satuan misi yang sangat
jelas, sedangkan diseberang adalah pasukan yang gemetar ketakutan melihat
keajaiban karena tangan Allah bersama dengan jama’ah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang dijalan-Nya,
yang membawa panji-panji-Nya, yang berada dalam satu barisan kokoh, tidak
saling meniadakan satu sama lain, tidak saling mencela satu sama lain, tidak
saling menyakiti satu sama lain, tapi satu gerak yang padu saling merekatkan
dengan visi dakwah yang jelas, membebeskan manusia dari penghambaan kepada
manusia menuju penghambaan kepada Allah semata, dari kedzoliman agama-agama
menuju keadilan Islam, dari sempitnya dunia menuju luasnya akhirat.
Ikhwah wa akhwati fillah. Bekerja keras, bukan untuk
diri kita sendiri. Tapi, untuk kawan-kawan disebelah kita. Kita berada didalam
tim yang sama dengan satu tujuan, untuk mencapai tujuan yang sama kita harus
bisa bernafas bersama, bergerak bersama, mendengar bersama dan merasakan dakwah
bersama. Jangan mementingkan ego masing-masing. Semua orang bilang,
keberhasilan sebuah tim itu tergantung pada pemimpinnya. Tapi, yang tidak
mereka katakan adalah keberhasilan seorang pemimpin juga tergantung pada
anggota tim. Siapapun kita, dimanapun kita sebelumnya, sekarang kita ada
disini. Di tempat yang sama, dengan impian yang sama. Maka, akan kita wujudkan
mimpi itu bersama-sama.
Membebeskan manusia dari penghambaan kepada manusia
menuju penghambaan kepada Allah semata, dari kedzoliman agama-agama menuju
keadilan Islam, dari sempitnya dunia menuju luasnya akhirat. Menegakkan kalimatul
haq, la ilaha ilallah. Mensyia’arkan Islam kepada seluruh lapisan masyarakat. Semua
harus merasakan dan menikmati syi’ar yang kita buat. Dengan tujuan dan misi
yang sama mulai dari pemimpin hingga seluruh anggota tim, insya Allah kita bisa
lebih kuat dan kokoh. Dakwah ini adalah tugas yang amat berat, keberhasilannya
tidak bisa ditentukan oleh seorang diri. Hanya dengan kerja sama tim lah tujuan
itu akan mudah untuk dicapai. Rapatkan shaf kita. Jangan samapai barisan kita
disusupi oleh orang-orang yang ingin menghancurkan dan merusak dakwah kita.
Wassalamu’alaykum Wr. Wb
ALLAHUAKHBAR (y)
BalasHapus#SEMANGATSOLID